Penyertaan Dalam Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh Undang-Undang dinyatakan dilarang yang disertai ancaman  pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Wadah tindak pidana ialah Undang-Undang, baik berbentuk kodifikasi yakni KUHP dan diluar kodifikasi tersebar luas dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Di dalam KUHP dimuat dalam buku II mengenai jenis kejahatan dan dan buku III mengenai pelanggaran. Tindak pidana yang dirumuskan baik sebagai kejahatan maupun pelanggaran ditujukan pada orang (subjek hukum pidana). Hanya sebagian kecil tinak pidana yang ditujukan pada subjek hukum badan, yakni tindak pidana khusus diluar KUHP misalnya pada kejahatan perbankan (Pasal 46 ayat (2) UU No. 7/1992 diubah dengan UU No. 10/1998), atau pada kejahatan Korupsi (pasal 20 UU No.. 31/ 1999.
Subjek hukum yang disebutkan dan dimaksudkan dalam rumusan tindak pidana adalah hanya satu orang, bukan beberapa orang. perhatikanlah misalnya rumusan Pasal 338 KUHP yang menyaytakan "Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara setinggi-tingginya lima belas tahun." lihat juga pencurian (Pasal 362) yang merumuskan "barangsiapa yang mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik ornag lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara setinggi-tingginya lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 900.
jelas yang dimaksudkan dengan barangsiapa (hij die) adalah orang dan orang ini adalah satu orang, bukan banyak orang atau beberapa orang. apabila semata-mata berdasarkan ruumsan pasal 3338 tadi,, pada kasus A membunuh Y dengan tikaman, dimana B memegangi tangannnya agar tidak melawan , atau kasus dimana A masuk rumah melakukan pencurian sedang B berjaga-jaga diliuar rumah agar dalam melaksanakan aksinya agar tidak mendapat halangan  atau dengan maksud memberi komando dengan kode-kode tertentu bila bagaimana ada orang lain yang datang, maka B tentu tidaklah dapat dibebani tanggung jawab pidana dan dipidana atas peran dan keterlibatannya dalam pembunuhan dan dalam pencurian yang dilakukan oleh A tadi. Mengapa B tidak dipidana? Karen apa yang dilakukan B dalam pembunuhan (338) dan demikian juga dalam pencurian (362), dia hanya melakukan sebagian saja dari unsur perbuatan dari kejahatan itu. Dari perbutan B memegang tangan tidaklah menimbulkan kematian Y, demikian juga perbuatan berjaga-jaga diluar rumah tidaklah menyelesaikan pencurian, walaupun perbuatan masing-masing B memepunyai andil atau peran  terhadap kealancaran A melakukan kejahatan. Kwjahatan itu dapat diselesaikan oleh perbuatan A pembuatnya. (pleger) sendiri, yakni menikam pada waktu pembunhan dan mengambil pada pencurian..
dari kedua peristiwa diatas, tampak dengan jelas apabila didasarkan pada rumusan kejahatan 338 dan 362 semata-mata tetulah B karena perbuatannya memegang tangan dan perbuatan berjaga-jaga diluar rumah, pasti tidak dapat dipidana, karena tidak memenuhhi rumusan tindak pidana pembunuhan maupun pencurian. Agar B juga dapat dipidana, harus ada ketentuan lain yang membebani pertanggungjawaban atas perbuatannya seperti itu. Dengan ,maksud yang demikianlah, maka dibentuknya ketentuan umum penyertaan yang dimuatkan dalam Bab V Buku I (Pasal 55-62) KUHP. berdasarkan ketentuan perihal penyertaan ini, B dibebani tanggung jawab pidana dan karenanya dapat dipidana pula.
sehubungan denga ini, Utrecht mengatakan bahwa "pelajaran umum turut serta ini justru dibuat untuk menuntunt pertanggungjawaban mereka yang memungkinkan pembuat melakukan peristiwa pidana, biarpun perbuatan mereka itu sendiri tidak memuat semua anasir peristiwa pidana tersebut. Biarpun mereka tidak memuat semua anasir-anasir peristiwa pidana, masih juga mereka bertanggung jawab atas dilakukannyanya peristwa pidana, karena tanpa turut sertanya mereka sudah tentu peristiwa pidana itu tidak pernah terjadi" (Utrecht, 1965:9)
memang, dalam praktiknya tindak pidana dapat diselesaikan oleh bergabungnya beberapa atau banyak orang, yang setiap orang melakukan wujud-wujud tingkah tertentu, dari tingkah laku-tingkah laku mereka itulah melahirkan suatu tindak pidana, pada peristiwa senyatanya, kadang sulit dan kadang juga mudah untuk menentukan siapa diantara mereka perbuatannya benar-benar memenuhi rumusan tindak pidana, artinya dari perbuatannya yang melahirkan tindak pidana itu. Dua conoth diatas, adalah kasus sederhana yang tidak diragukan lagi bahwa kejahatan pembunuhan dan pencurian itu terwujud dari perbuatan A, peran B hnaya memperlancar atau mempermudah  terwujudnya kejahatan itu.
Dalam kasus tidak  sederhana terkadang sukar untuk menentukan perbuatan mana yangmelahirkan perbuatan tindak pidana. Misalnya duduk perkaranya sebagai berikut.  A dendam pada X laki-laki yang menyelingkuhi istirnya , dan dengan motif itu si A memutuskan kehendaknya untuk menghabisi nyawa X. Dipanggilnya seorang preman pasar yang bernama B untk melaksanakan pembunuhan terhadap X, kesepaktan terjadi dengan bayaran Rp 50.000.000.  B tidak bertindak sendiri, kemudian mengumpulkan 3 orang temannya untuk berembuk dalam hal pelaksanaannyadan pembagian rejekinya. Pembagian tugas segera dilakukan, yakni B sebagai pemimpin yang menentukan, C bertugas sebagai pengintai. Atas hasil pengintaian C diperoleh informasi bahwa X dan istri A sedang berselingkuh disebuah hotel di batu. B memutuskan agar C, D dan E dengan sepucuk pistol menodong X yang berlagak sebgai seorang petugas kepolisian memerintahkan X segera berpakaian dan segera membawanya pergi. Di tengah hutan mereka berhenti, dan E menyeret X keluar mobil, dan dalam korban dalam keadaan tidak berdaya E menembak dikepalanya dan matilah X, yang selanjutnya D dan E melempar mayat itu kejurang.
Dari contoh kasus diatas, ada 5 orang yayng terlibat pada pembunuhan yang melakukan masing-masing wujud perbuatan yang berbeda.  Kejahatan itu timbul karena dan atas keterlibatan semua orang, artiny aperbuatan pada masing-masing orang mempunyai andil terhadap terwujudnya pembunuhan. Perbuatan mereka, antara wujud yang satu dengan wujud yang lain tidak terpisahkan, yang satu menunjang terhadap perbuatan yang lainnya, yang kesemuanya menuju kepada satu arah yakni kematiain korban. ketentuan penyertaan yang dibentuk dan dimuat dalam KUHP  bertujuan agar dapat dipertanggungjawabkan dan dipidanya orang--orang yang terlibat dan yang mempunyai andil baik secara fisik (objektif) maupun psikis (subjektif) seperti orang-orang yang terlibat  pada kasus diatas. Pembentuk Undang-Undang merasa perlu membebani tanggung jawab pidana dan sekaligus besarnya bagi orang - orang yang perbuatannya semacam itu, untuk menjadi pegangan hakim dalam menjatuhkan pidana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Pembebanan Tanggung Jawab Pada Penyertaan

Pancasila

Sumber Hukum Tata Negara